BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Orangutan merupakan
satu-satunya kera besar yang hidup di Asia, sementara tiga kerabatnya, yaitu;
gorila, simpanse, dan bonobo hidup di Afrika. Kurang dari 20.000 tahun yang
lalu orangutan dapat dijumpai di seluruh Asia Tenggara, dari Pulau Jawa di
ujung selatan sampai ujung utara Pegunungan Himalaya dan Cina bagian selatan.
Akan tetapi, saat ini jenis kera besar itu hanya ditemukan di Sumatera dan
Borneo (Kalimantan), 90% berada di Indonesia. Penyebab utama mengapa terjadi
penyempitan daerah sebaran adalah karena manusia dan orangutan menyukai tempat
hidup yang sama, terutama dataran alluvial di sekitar daerah aliran sungai dan
hutan rawa gambut. Pemanfaatan lahan tersebut untuk aktivitas sosial, ekonomi,
dan budaya manusia umumnya berakibat fatal bagi pihak orangutan.
Orangutan dapat dijadikan
‘umbrella species’ (spesies payung) untuk meningkatkan kesadaran konservasi
masyarakat. Kelestarian orangutan menjamin kelestarian hutan yang menjadi
habitatnya, sehingga diharapkan kelestarian makhluk hidup lain ikut terjaga
pula. Sebagai pemakan buah, orangutan merupakan agen penyebar biji yang efektif
untuk menjamin regenerasi hutan. Orangutan juga sangat menarik dari sisi ilmu
pengetahuan karena kemiripan karakter biologi satwa itu dengan manusia. Sebagai
satu-satunya kera besar yang hidup di Asia, orangutan memiliki potensi menjadi
ikon pariwisata untuk Indonesia.
Kondisi orangutan yang
sangat memprihatinkan telah mendorong para peneliti, pelaku konservasi,
pemerintah, dan pemangku kepentingan lainnya untuk mencari solusi terbaik yang
dapat menjamin keberadaan primata itu di tengah upaya negara menyejahterakan
masyarakatnya. Serangkaian pertemuan untuk menyusun strategi konservasi
berdasarkan kondisi terkini orangutan telah diadakan, dimulai dari Lokakarya
Pengkajian Populasi dan Habitat (Population Habitat and Viability Analysis) di
Jakarta pada 2004, kemudian dilanjutkan dengan pertemuan multipihak di
Berastagi, Sumatera Utara, pada September 2005, dan di Pontianak, Kalimantan
Barat pada Oktober 2005, serta di Samarinda pada Juni 2006. Ketiga pertemuan
terakhir menyertakan pula pemerintah daerah di seluruh daerah sebaran
orangutan, kalangan industri perkayuan, perkebunan kelapa sawit, dan utusan
masyarakat, selain peneliti dan pelaku konservasi. Dialog yang dilakukan antara
berbagai pihak dengan latar belakang kepentingan yang berbeda di ke-tiga
pertemuan itu telah menghasilkan serangkaian rekomendasi yang mencerminkan
keinginan baik semua pihak untuk melestarikan orangutan.
1.2
Rumusan
Masalah
1
Bagaimana populasi
dan habitat alam orangutan sumatera dan kalimantan dapat dipertahankan atau
dalam kondisi stabil?.
2
Bagaimana dukungan
publik terhadap konservasi orangutan sumatera dan kalimantan pada habitat
alamnya meningkat?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Konservasi
Konservasi
itu sendiri merupakan berasal dari kata Conservation yang terdiri atas
kata con (together) dan servare (keep/save) yang
memiliki pengertian mengenai upaya memelihara apa yang kita punya (keep/save
what you have), namun secara bijaksana (wise use). Ide ini
dikemukakan oleh Theodore Roosevelt (1902) yang merupakan orang Amerika pertama
yang mengemukakan tentang konsep konservasi. Konservasi dalam pengertian
sekarang, sering diterjemahkan sebagai the wise use of nature resource
(pemanfaatan sumberdaya alam secara bijaksana).
Konservasi
juga dapat dipandang dari segi ekonomi dan ekologi dimana konservasi dari segi
ekonomi berarti mencoba mengalokasikan sumberdaya alam untuk sekarang,
sedangkan dari segi ekologi, konservasi merupakan alokasi sumberdaya alam untuk
sekarang dan masa yang akan datang.
Apabila merujuk pada pengertiannya, konservasi
didefinisikan dalam beberapa batasan, sebagai berikut :
1. Konservasi adalah menggunakan sumberdaya alam untuk
memenuhi keperluan manusia dalam jumlah yang besar dalam waktu yang lama (American
Dictionary).
2. Konservasi adalah alokasi sumberdaya alam antar waktu (generasi)
yang optimal secara sosial (Randall, 1982).
3. Konservasi merupakan manajemen udara, air, tanah,
mineral ke organisme hidup termasuk manusia sehingga dapat dicapai kualitas
kehidupan manusia yang meningkat termasuk dalam kegiatan manajemen adalah survai,
penelitian, administrasi, preservasi, pendidikan, pemanfaatan dan latihan
(IUCN, 1968).
4. Konservasi adalah manajemen penggunaan biosfer oleh
manusia sehingga dapat memberikan atau memenuhi keuntungan yang besar dan dapat
diperbaharui untuk generasi-generasi yang akan datang (WCS, 1980).
2.2
Populasi dan Habitat Orang Utan
2.2.1
Orang Utan Sumatera (Pongo Abelii)
Saat
ini hampir semua orangutan sumatera hanya ditemukan di Provinsi Sumatera Utara
dan Provinsi Aceh, dengan Danau Toba sebagai batas paling selatan sebarannya.
Hanya 2 populasi yang relatif kecil berada di sebelah barat daya danau, yaitu
Sarulla Timur dan hutan-hutan di Batang Toru Barat. Peta sebaran orangutan sumatera
yang merupakan kompilasi (sumber: Wich,dkk draft).
Populasi
orangutan terbesar di Sumatera dijumpai di Leuser Barat (2.508 individu) dan
Leuser Timur (1.052 individu), serta Rawa Singkil (1.500 individu). Populasi lain
yang diperkirakan potensial untuk bertahan dalam jangka panjang (viable)
terdapat di Batang Toru, Sumatera Utara, dengan ukuran sekitar 400 individu.
2.2.2 Orang Utan Borneo (Pongo
Pygmaeus)
Orangutan di Borneo sebagian
besar mendiami hutan dataran rendah dan hutan rawa di Sabah, bagian barat daya
Sarawak, Kalimantan Timur, serta bagian barat daya Kalimantan, antara Sungai
Kapuas dan Sungai Barito (Wich, dkk draft). Para ahli mengamati adanya
perbedaan yang cukup nyata di antara populasi orangutan di Borneo. Oleh
karenanya, populasi orangutan borneo disepakati dibedakan menjadi tiga (3)
kelompok geografi atau anak jenis, yaitu:
·
Pongo pygmaeus pygmaeus, di bagian
Barat Laut Kalimantan, yaitu utara dari Sungai Kapuas sampai ke Timur Laut
Sarawak;
·
Pongo pygmaeus wurmbii, di bagian
Selatan dan Barat Daya Kalimantan, yaitu antara sebelah Selatan Sungai Kapuas
dan Barat Sungai Barito; serta
·
Pongo pygmaeus morio, di Sabah
sampai Sungai Mahakam di Kalimantan Timur.
Populasi terbesar (sekitar
32.000 individu) dijumpai di hutan gambut di sebelah Utara Sungai Kapuas. Tetapi
populasi tersebut tidak berada di dalam sebuah habitat yang berkesinambungan,
melainkan tersebar ke dalam berberapa kantong habitat dengan ukuran populasi
yang berbeda-beda. Populasi orangutan ini sangat terkait dengan perubahan hutan
di Kalimantan. Kerusakan hutan yang cukup tinggi di Kalimantan menyebabkan
banyak habitat orangutan yang hilang.
2.3
Distribusi Geografis dan Variasi Kepadatan
Orangutan dapat hidup pada
berbagai tipe hutan, mulai dari hutan dipterokarpus perbukitan dan
dataranrendah, daerah aliran sungai, hutan rawa air tawar, rawa gambut, tanah kering di atas rawa
bakau dan nipah, sampai ke hutan pegunungan. Di Borneo orangutan dapat
ditemukan pada ketinggian 500 m di atas permukaan laut (dpl), sedangkan
kerabatnya di Sumatera dilaporkan dapat mencapai hutan pegunungan pada 1.000 m
dpl.
Kepadatan orangutan, baik di
Sumatera maupun di Kalimantan, menurun drastis dengan bertambahnya ketinggian
dari atas permukaan laut. Meskipun ada laporan yang menyatakan individu jantan
soliter Sumatera dapat ditemukan sampai ketinggian 1.500 m dpl, sebagian besar
populasi orangutan dijumpai jauh di bawah ketinggian itu, yaitu di hutan rawa
dan dataran rendah. Sayangnya, tipe-tipe hutan itulah yang menjadi target utama
pembangunan industri kehutanan dan pertanian, sehingga tidak mengherankan jika
konflik antara manusia dan orangutan juga paling sering terjadi di sana.
Distribusi orangutan lebih
ditentukan oleh faktor ketersediaan pakan yang disukai daripada faktor iklim. Orangutan
termasuk satwa frugivora (pemakan buah), walaupun primata itu juga mengkonsumsi
daun, liana, kulit kayu, serangga, dan terkadang memakan tanah dan vertebrata
kecil. Hingga saat ini tercatat lebih dari 1.000 spesies tumbuhan, jamur dan
hewan kecil yang menjadi pakan orangutan. Kepadatan orangutan di Sumatera dan
Kalimantan bervariasi sesuai dengan ketersediaan pakan. Densitas paling tinggi
terdapat di daerah dataran banjir (flood-plain) dan hutan rawa gambut. Di
Borneo terdapat lokasi yang memiliki densitas rata-rata 2,9 ± 0,5 individu per
Km2. Sementara itu, di Sumatera terdapat 3 lokasi dengan densitas rata-rata 6,2
± 1,4 individu per Km2. Daerah alluvial merupakan daerah dengan densitas
tertinggi kedua, dengan 6 lokasi di Borneo yang memiliki rata-rata densitas 2,3
± 0,8 individu per Km2 , dan 3 lokasi di Sumatera dengan rata-rata densitas 3,9
± 1,4 individu per Km2. Di hutan perbukitan, orangutan ditemukan dalam densitas
yang jauh lebih rendah dibandingkan kedua tipe hutan yang telah disebutkan
sebelumnya (di Borneo rata-rata densitas 0,6 ± 0,4 individu per Km2 dan di Sumatera
rata-rata 1,6 ± 0,5 individu per Km2).
2.4 Strategi Dan Rencana Aksi Nasional Konservasi
Orang Utan Indonesia
2007-2017
2.4.1 Strategi dan Program Pengelolaan Konservasi
Orangutan
Pengelolaan konservasi
orangutan dibagi ke dalam 3 strategi utama, yaitu :
1. Strategi meningkatkan pelaksanaan konservasi insitu
sebagai kegiatan utama penyelamatan orangutan di habitat aslinya
2. Strategi mengembangkan konservasi eksitu sebagai
bagian dari dukungan untuk konservasi insitu orangutan
3. Strategi meningkatkan penelitian untuk mendukung
konservasi orangutan
Salah satu penyebab
hilangnya habitat orangutan adalah perencanaan tata ruang yang kurang baik.
Program konservasi orangutan membutuhkan kawasan hutan yang ada saat ini tetap
sebagai kawasan hutan dan tidak dikonversi untuk penggunaan lain. Ini akan
sangat membantu mengurangi tekanan kepada orangutan yang populasinya sudah
sangat terancam punah (orangutan sumatera) dan terancam punah (orangutan
kalimantan). Alokasi hutan sebagai habitat bisa dilakukan pada tingkat tata
ruang kabupaten, propinsi maupun di tingkat nasional. Pemangku kepentingan
dalam penyusunan tata ruang di tingkat kabupaten dan propinsi seharusnya mengalokasikan
ruang untuk habitat orangutan.
Habitat orangutan djumpai di
kawasan konservasi, hutan produksi, hutan lindung dan juga di kawasan budidaya non
kehutanan. Penelitian menunjukkan bahwa 75% dari orangutan liar dijumpai di
luar kawasan konservasi, kebanyakan di kawasan hutan produksi yang dikelola
oleh HPH/HTI dan atau hutan lindung Orangutan akan bisa bertahan hidup di areal
kerja HPH yang dikelola dengan baik, tetapi tidak begitu banyak yang dapat bertahan
pada daerah hutan tanaman. Disamping itu, habitat orangutan juga banyak yang
berada pada kawasan budidaya non kehutanan (KBNK) dimana kawasan ini relatif
lebih mudah untuk dikonversi ke penggunaan lain, seperti perkebunan, pemukiman
dan lainnya. Oleh karena itu, dunia usaha juga harus dilibatkan dalam upaya
pengelolaan konservasi orangutan sehingga dampak akibat pembangunan baik di
sektor kehutanan maupun di luar kehutanan terhadap orangutan dapat
diminimalisir.
Deskripsi
|
Tata waktu
|
Pemangku
Kepentingan
|
Skala
Prioritas
|
Perlindungan
habitat baik di dalam kawasan maupun diluar kawasan konservasi
|
|||
1. Membantu setiap pengelola hutan (unit manajemen usaha kehutanan) dan perkebunan
untuk menyusun dan mengimplementasikan rencana kelola orangutan di areal
kerjanya.
2. Meningkatkan kapasitas unit pengelola kawasan konservasi (KSA dan KPA)
dan hutan lindung dalam melakukan konservasi orangutan
3. Membantu penyusunan SOP penanganan dan pengamanan orangutan dan
habitatnya (termasuk tindakan pertolongan/ penyelamatan, mitigasi konflik dan
termasuk keterlibatan masyarakat)
4. Membangun dan mengelola koridor antar habitat orangutan yang sudah Terfragmentasi
5. Membentuk kawasan perlindungan baru bagi orangutan di kawasan budidaya
non kehutanan dalam bentuk kawasan konservasi daerah
6. Mendorong habitat prioritas konservasi orangutan masuk ke dalam RTRW Nasional,
Provinsi dan Kabupaten/Kota
|
2008-2010
2008-2010
2008-2010
2008-2010
2010-2015
2008-2010
|
BPK, LSM,
Kebun,
Universitas,
HPH,
HTI, Tambang
PHKA, LSM,
masyarakat,
Pemda
PHKA, LSM,
masyarakat,
HPH,
HTI, Kebun,
Tambang
PHKA,
Universitas,
HPH, HTI,
Kebun,
Tambang, LSM,
Masyarakat
PHKA, Pemda, LSM
PHKA,
BAPPENAS,
Pemda,
LSM/Ornop,
Ditjen Tata
Ruang
PU.
|
2
3
1
1
2
2
|
Tabel Program
dan rencana aksi meningkatkan pelaksanaan konservasi insitu sebagai kegiatan
utama penyelamatan orangutan di habitat aslinya
Indonesia sudah mempunyai
data sebaran orangutan (PHVA, 2004) yang akan terus diperbarui. Data ini menjadi
alat bantu dalam mengindentifikasi area kunci (key areas) yang saat ini bukan
merupakan kawasan konservasi. Area kunci ini bisa diusulkan menjadi kawasan
konservasi sehingga dapat menambah dan memperluas kawasan konservasi yang telah
ada. Informasi yang ada mencakup habitat dan populasi orangutan yang berada
disekitar kawasan tersebut. Contohnya : penunjukan Taman Nasional Sabangau di Kalimantan
Tengah. Pada kawasan ini dijumpai populasi orangutan yang penting namun
terancam, yang masih bertahan hidup setelah beberapa tahun terjadi kerusakan
habitat di areal tersebut.
Disamping itu, perlu
dimunculkan terobosan-terobosan baru atau paling tidak mengevaluasi kembali kebijakan-kebijakan
yang ada, yang berkaitan dengan upaya konservasi satwa liar dilindungi.
Misalnya: upaya konservasi keanekaragaman hayati di kawasan hutan produksi
karena hutan produksi juga merupakan habitat penting satwa liar dilindungi,
termasuk orangutan. Pengelola kawasan harus mempunyai sistem yang baik untuk
pengelolaan satwa liar langka, jarang dan terancam punah sehingga keberadaan
satwa liar dilindungi bisa tetap lestari. Kegiatan pengelolaan ini merupakan
kewajiban para pengelola hutan produksi sesuai peraturan yang berlaku. Hal lain
yang bisa dilakukan adalah pembentukan kawasan konservasi daerah pada areal
KBNK. Kawasan ini ditetapkan dan dikelola oleh pemerintah daerah. Ini dapat
menjadi terobosan dalam meningkatkan peran daerah dalam konservasi orangutan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Populasi
orangutan terbesar di Sumatera dijumpai di Leuser Barat (2.508 individu) dan
Leuser Timur (1.052 individu), serta Rawa Singkil (1.500 individu). Populasi lain
yang diperkirakan potensial untuk bertahan dalam jangka panjang (viable)
terdapat di Batang Toru, Sumatera Utara, dengan ukuran sekitar 400 individu.
Populasi terbesar (sekitar
32.000 individu) dijumpai di hutan gambut di sebelah Utara Sungai Kapuas. Tetapi
populasi tersebut tidak berada di dalam sebuah habitat yang berkesinambungan,
melainkan tersebar ke dalam berberapa kantong habitat dengan ukuran populasi
yang berbeda-beda.
DAFTAR PUSTAKA
Corner,
E.H.J. 1978. The Plant Life. In: Kinibalu summit of Borneo (Luping, D.M., wen,
C.W., dan Dingley, E.R. eds.),Sabah Soc. Kota Kinibalu p. 112-178
Delgado,
R.A., dan van Schaik, C.P. 2000. The Behavior Ecology and Conservation of the
Orangutan (Pongopygmaeus): A Tale of Two Island. Evol Anthropol 9: 201-218
Djojosudharmo,
S., dan van Schaik, C.P. 1992. Why are orang utans so rare in the highlands?
Altitudinal changes ina Sumatran forest. Trop. Biodiv., 1, 11-22.
Ellis,
S., Singleton, I., Andayani, N., Traylor-Holzer, K., dan Supriatna, J.
(eds.).2006. Sumatran Orangutan
Conservation
Action Plan. Washington, DC and Jakarta, Indonesia: Conservation International
Final
Report: Bornean Orangutan Conservation Action Plan Workshop, 12-14 October
2005, Pontianak, West Kalimantan, Indonesia
Galdikas,
B.M.F. 1982. Orangutan as seed dispersal at Tanjung Putting Reserve Central
Borneo. In: The Orangutan: Its Biology and Conservation (Boer, L.D. ed). Junk
Pub, Boston, p. 285
Galdikas,
B.M.F. 1984. Adaptasi orangutan di Suaka Tanjung Putting, Kalimantan Tengah.
Universitas Indonesia Press. Jakarta
Groves,
C. 2001. Primate Taxonomy. Smithsonian Institution Press, Washington, DC
Husson,
S., Meijaard, E., Singleton, I., van Schaik, C.P., dan Wich, S.A. 2003. The
Status of the Orangutan in Indonesia, 2003. Pre-PHVA meeting, Singapore, August
13-15, 2003, Orangutan Foundation-UK, London, UK
IUCN
(World Conservation Union) 2007 IUCN Red List ofThreatened Species (IUCN,
Gland, Switzerland, 2007).
Mackinnon,
J.R. 1974. The ecology and behaviour of wild orang-utans (Pongo pygmaeus).
Anim. Behav. 22: 3-74
Meijaard,
E., Rijksen, H.D., and Kartikasari, S.N. 2001. Di Ambang Kepunahan!: Kondisi
Orangutan Liar di Awal Abad ke-21. Tropenbos, Gibbon Foundation.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar